Beasiswa di Rantau: Dina Rosfalia Nurlaily – Yorkshire, England

Hei, hei!

Mungkin kamu termasuk pelajar yang bercita-cita mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi. Atau mungkin selama ini kamu penasaran, kuliah di luar negeri tuh seperti apa, ya? Apa, sih, suka dukanya?

Nah, bulan ini, Youthmanual ngobrol dengan berbagai mahasiswa Indonesia yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk meneruskan studi ke luar negeri.Siapa tahu kisah mereka bisa jadi inspirasi bagi kamu yang ingin mengikuti jejak mereka. Simak, yuk!

Nama: Dina Rosfalia Nurlaily

Lulusan: Universitas Indonesia, Jakarta, jurusan Sastra Inggris, angkatan 2010

Sedang kuliah di: University of Hull, England, program Master of English Literature

Penyelenggara program beasiswa: Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)

Cerita, dong, gimana awal kamu bisa dapat beasiswa ke negara tempat kamu belajar sekarang!

Sebelumnya, saya kuliah S1 dengan beasiswa juga. Saya adalah penerima Beasiswa Bidik Misi, dan angkatan saya adalah angkatan pertama penerima beasiswa ini.

Setelah lulus S1, penyelenggara beasiswa saya menawarkan beasiswa lanjutan S2 untuk para alumni Bidik Misi angkatan pertama yang lulus cum laude dalam waktu 3,5 tahun. S2-nya bisa di luar maupun dalam negeri.

Karena saya memenuhi syarat, saya langung ikut daftar. Apalagi dari dulu saya memang bercita-cita kuliah di luar negeri, khususnya di Inggris.

Beruntung, saya lolos semua seleksi.

Apa masalah paling krusial yang kamu hadapi ketika sampai di negara tujuan, yang sebelumnya nggak terpikirkan?

Nggak seperti di Indonesia pada umumnya, di sini—seenggaknya di jurusan saya—mahasiswa lebih dituntut untuk mengutarakan pendapatnya di dalam kelas.

Berdasarkan pengalaman saya, suasana di dalam kelas jadi terasa seperti diskusi antar mahasiswa, dan dosen hanya berperan sebagai moderator.

Saya sempat harus berusaha keras untuk beradaptasi dengan model perkuliahan seperti ini.

Di jurusan saya, English Literature, setiap minggu para mahasiswanya diwajibkan membaca beberapa cerita atau novel berbahasa Inggris—bisa sampai 3-4 novel seminggu!—sebelum didiskusikan di dalam kelas. Saat berdiskusi, kami harus menganalisis bacaan kami tersebut dari berbagai sisi, seperti psikologis, historis, sosial, dan sebagainya.

Masalahnya, dosen jarang banget membahas teori di kelas, jadi mahasiswa benar-benar harus belajar sendiri agar mampu ikut berpartisipasi dalam diskusi.

Selain itu, karena dalam satu kelas jumlah mahasiswanya sangat sedikit—rata-rata kurang dari 10 orang—maka semua harus punya opini. Kalau ada mahasiswa yang kurang siap untuk topik perkuliahan hari itu, wah, bakal keliatan banget. Bahkan pernah, dalam sebuah kelas, mahasiswanya cuma ada dua, yaitu saya dan satu teman saya, sementara dosennya ada tiga!

Sebelumnya saya tau, sih, budaya kuliah disiniakan berbeda dengan di Indonesia, tapi saya sama sekali nggak nyangka bahwa tekanan untuk mengutarakan pendapat akan sebesar ini.

Susah nggak beradaptasi dengan sistem pendidikan di negara baru?

Awalnya susah, tapi lama-lama terbiasa.

Sebenarnya, kami cuma dituntut untuk lebih mandiri, disiplin, dan lebih sering berbicara di kelas.Tapi sebagai mahasiswa yang lebih nyaman beropini lewat tulisan daripada berbicara, sistem belajar ini sempat bikin saya down.

Namun saya bersyukur, kok, dengan kesempatan ini, karena saya jadi bisa belajar dari mahasiswa-mahasiswa lain yang sangat percaya diri dalam berpendapat. Kuncinya cuma percaya diri… dan kesiapan materi!

Hal-hal apa saja yang menurut kamu harus ditiru oleh sistem pendidikan di Indonesia?

Disini, setiap opini selalu dihargai. Kata-kata encouragement dan penghargaan selalu diberikan bagi yang beropini, seperti “Thank you for the input/opinion/suggestion,” “That’s a brilliant idea,” dan lain sebagainya, sehingga mahasiswa jadi percaya diri dalam beropini tanpa takut benar atau salah.

Nggak ada yang memberikan kata-kata yang merendahkan, dan semua orang saling menghargai pemikiran satu sama lain. Dosen pun nggak mendikte mahasiswa untuk berpikir dengan cara yang seragam.

Menurut saya, sangat baik kalau murid didorong untuk mengekspresikan pemikirannya seperti ini. Hal ini kayaknya udah mulai banyak diterapkan di universitas-universitas di Indonesia, ya, tapi perlu diterapkan jugake sekolah-sekolah dasar, SMP, ataupun SMA.

Selain itu, disini para dosen memberikan feedback atau masukan tentang esai kita dalam bentuk catatan secara detil, sehingga kita dapat menulis dengan lebih baik di esai berikutnya.Hal ini jarang saya temukan ketika kuliah di Indonesia, dan saya pikir hal ini sangat baik, karena mahasiswa jadi bisa belajar dari tugas-tugas sebelumnya.

Apa sukanya menetap dan jadi mahasiswa di negara kamu sekarang?

Banyak banget! Salah satunya adalah bisa belajar dan berinteraksi dengan pengajar dan teman-teman dengan berbagai budaya.

Selain itu, disini juga lebih mudah mengakses buku-buku, baik buku untuk bahan kuliah ataupun buku-buku yang sulit didapatkan di Indonesia.Disini saya jadihobi berburu buku murah, baik secara online ataupun di charity shops.

Seringkali mahasiswa Indonesia mencari beasiswa di jurusan apapun, dari negara manapun tanpa mempertimbangkan passion atau background pendidikan mereka sebelumnya.Yang diutamakan adalah cari pengalaman keluar negeri.Bagaimana pendapat kamu tentang ini?

Menurut saya, mahasiswa bebas memilih jurusan apa saja asalkan mereka aware dengan motivasi mereka dan siap dengan konsekuensinya.

Passion selalu bisa berubah, kok, dan mahasiswa dapat beradaptasi kalau mereka mau. Selama mereka punya alasan yang tepat dan mau bertanggung jawab atas pilihannya, menurut saya nggak apa-apa.

Kuliah S2 juga nggak harus selalu sesuai dengan background pendidikan sebelumnya karena kadang mahasiswa merasa mereka nggak cocok dengan jurusan mereka saat S1, ingin tantangan baru, atau baru menemukan passion mereka di jurusan yang berbeda.

Setau saya, mengambil jurusan yang linear hanya diperlukan bagi mereka yang ingin jadi akademisi atau dosen.Selain itu, pengalaman belajar di luar negeri selalu menjadi nilai tambah, jadi asalkan konsekuensi pilihan jurusan dipikirkan masak-masak, menurut saya nggak masalah.

Kasih tips, dong, untuk teman-teman yang ingin dapat beasiswa kayak kamu!

Tips utama saya—optimis!

Sebelum mendapatkan beasiswa, saya membuat vision board. Jadi,di sebuah papan, saya menempelkan berbagai gambar dan tulisan yang menunjukkan mimpi saya untuk melanjutkan kuliah di luar negeri dengan beasiswa.Memvisualisasikan mimpi itu penting, lho, untuk memupuk rasa optimis.

Selain itu, lakukan banyak riset tentang berbagai universitas dan jurusan yang ingin kamu ambil. Daftarlah ke berbagai universitas tersebut sampai kamu benar-benar yakin dengan satu universitas dan jurusan pilihanmu. Pihak pemberi beasiswa akan nanya, kenapa kamu memilih universitas dan jurusan tersebut, jadi pikirkan baik-baik alasannya.

Pihak pemberi beasiswa juga lebih senang kalau kamu punya rencana berkontribusi kepada rakyat melalui jurusanmu setelah lulus nanti.

Semua jurusan pasti memiliki manfaatnya, jadi jangan berkecil hati kalau jurusan yang kamu inginkan nggak terlalu populer atau dihargai di Indonesia. Asalkan kamu bersungguh-sungguh dan dapat meyakinkan para interviewer tentang manfaat bidang studimu nanti bagi rakyat, kemungkinan mendapat beasiswa akan selalu ada.

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
Allysa Kamalia Putri | 2 bulan yang lalu

ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?

Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran Hewan
Nina Syawalina | 2 bulan yang lalu

Kak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?

5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanan
AVERILIO RAHARJA | 3 bulan yang lalu

semangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/

5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus
Averilio Raharja | 3 bulan yang lalu

semoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/

5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1