Tahu Nggak Kamu, Ada Banyak ‘Kode Rahasia’ Di Dalam Lukisan Pangeran Diponegoro?
- Nov 10, 2016
- Laila Achmad
Kamu suka baca buku-bukunya Dan Brown? Misalnya, Da Vinci Code atau The Lost Symbol.
Kalau iya, mungkin kamu termasuk yang penasaran ingin melihat sendiri karya-karya seni yang disebut dalam buku-buku tersebut, dan mencari “kode-kode” konspirasi yang diceritakan Dan Brown.
Sebenarnya kamu nggak perlu jauh-jauh ke Eropa, kok, untuk melakukan hal itu, karena lukisan-lukisan legendaris di Indonesia pun menyimpan banyak sekali “kode” yang nggak ada di buku pelajaran Sejarah kamu.
***
Tahun lalu, saya datang ke pameran lukisan di Galeri Nasional, Jakarta, yang berjudul Aku Diponegoro: Sang Pangeran Dalam Ingatan Bangsa.
Eksebisi yang diadakan oleh Goethe-Institut Indonesien terebut memamerkan berbagai karya seni dan artefak yang berhubungan dengan Pangeran Diponegoro.
Bagi saya, pameran Aku Diponegoro adalah salah satu pameran lokal terkeren yang pernah saya datangi.
Nah, di Hari Pahlawan ini, saya ingin berbagi cerita tentang tiga lukisan favorit saya di pameran tersebut. Semuanya karya seniman legendaris,tentang pahlawan nasional Indonesia yang nggak kalah legendaris, Pangeran Diponegoro.
Siap?
Pangeran Diponegoro Memimpin Pertempuran
Oleh Basuki Abdullah, 1949
Lukisan ini adalah potret Pangeran Diponegoro dengan pose tipikal pemimpin.
Pada lukisan ini, Pangeran Diponegoro tampil bersorban, berbaju tunik, dan sedang mengendarai kuda kesayangannya, Kyai Gitayu, menyebrang lautan Keren dan gagah banget, ya! Kalo di eranya, mungkin lukisan ini udah dijadiin poster idola di majalah remaja.
Ceritanya, beliau sedang memimpin perang revolusi, namun pasukannya nggak terlihat, karena berada jauh dibelakangnya.
Memang, lukisan potret pemimpin biasanya hanya menampilkan sang tokoh utama, sementara tokoh-tokoh lainnya seringkali nggak dianggap.
Menariknya, karya ini tertanggal 27 Desember 1949, hari dimana Belanda secara de jure menerima kemerdekaan Indonesia. Namun sebenernya lukisan ini baru selesai April 1950.
Nah, ada yang menganalisa bahwa tanggal palsu tersebut adalah gestur simboliknya Basuki Abdullah, untuk “meledek” Belanda. Jadi seakan-akan menekankan kepada Belanda bahwa, “Horeee… kita menang! Bebas dari jajahan kalian! Wek!”
Mungkin aja, ya.
Penangkapan Pangeran Diponegoro
Oleh Raden Saleh, 1857
Ketika Pangeran Diponegoro meninggal pada tahun 1855, Raden Saleh—yang waktu itu masih tinggal di Belanda—mendengar kabar tersebut. Beliau langsung memutuskan untuk membuat sebuah lukisan tentang beliau.
Raden Saleh kemudian melukis adegan penangkapan Pangeran Diponegoro di Magelang, yang terjadi pada tahun 1830.
Menurut pemberitaan Belanda, perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda selesai karena beliau menyerahkan dirinya ke Belanda.
Namun, hati Raden Saleh berteriak, “Bohong!”
Raden Saleh yakin—juga mendengar gosip—bahwa Pangeran Diponegoro sama sekali nggak menyerahkan diri, melainkan dijebak oleh Belanda. Awalnya Diponegoro pura-pura diajak negosiasi damai oleh Belanda, namun tahu-tahu ditangkap, lalu diasingkan sampai akhir khayatnya.
Maka dari itu, walaupun Raden Saleh waktu itu tinggal di Belanda, Raden Saleh membuat “kode-kode halus” di lukisan ini, yang menyatakan bahwa sebenernya ia mendukung Pangeran Diponegoro.
Apa saja, tuh, kode-kode halusnya?
a. Diponegoro dilukis sebagai sosok yang gagah, dan ia berdiri sejajar dengan Jendral De Kock, bukan dibawahnya.
b. Di lukisan ini, fisik orang-orang Jawa digambarkan proporsional, sementara fisik para jendral Belanda digambarkan nggak sinkron, dengan kepala yang terlalu besar dan nggak seimbang dengan badan mereka. Dalam pemahaman budaya Jawa, hal ini membuat para jenderal tersebut terlihat seperti monster Kala.
c. Adegan penangkapan pada lukisan ini adalah hasil khayalan Raden Saleh, karena tentunya, beliau nggak berada di TKP. Namun Raden Saleh mendengar cukup banyak gosip politik untuk bisa menggambarkan adegan penangkapan yang realistis.
Walaupun adegannya berbasis khayalan, setiap wajah di lukisan ini didasari oleh orang-orang nyata, terutama para jenderal Belandanya.
Oya, mau lihat wajah Raden Saleh? Di kerumunan, cari tiga pemuda yang bersorban putih, berjaket merah muda, biru, dan hijau, berkumis kelimis, serta pasang ekspresi khawatir. Mereka adalah gambaran dari wajah Raden Saleh sendiri.
Penangkapan Pangeran Diponegoro adalah lukisan pertama yang mengangkat tema sejarah politik Indonesia. Lukisan ini lalu dihadiahkan ke pada Raja Belanda, Willem III, namun Raja nggak sadar bahwa lukisan ini mengandung kritikan kepada Belanda yang menangkap Diponegoro secara nggak etis.
Tahun 1978, Belanda mengembalikan lukisan ini ke Indonesia.
Penyerahan Diponegoro (The Submission of Diponegoro)
Oleh Nicolaas Pienemaan
Hal yang paling seru dari lukisan ini adalah, lukisan ini benar-benar antithesis—alias kebalikan—dari lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Pienemaan adalah pelukis favorit keluarga kerajaan Belanda, dan ketika Jenderal De Kock pulang ke Belanda dari Indonesia pada tahun 1830, ia meminta Pienemaan untuk melukis adegan “penyerahan” Diponegoro sebagai “penghargaan kemenangan” De Kock atas Diponegoro.
Lewat lukisan Pienemaan, De Kock ingin memuji dirinya sendiri, seolah-olah ia berhasil membuat Diponegoro menyerah, padahal Diponegoro ditangkap dengan cara ditipu.
Menurut versi De Kock, Diponegoro menyerahkan dirinya sendiri, dan sang jenderal “terpaksa” mengasingkan Diponegoro agar beliau berhenti bikin huru-hara revolusi, demi ketenangan rakyat Jawa.
(Nah, ini pelajaran buat kamu, gaes. Catatan sejarah, tuh, hampir selalu subjektif dan sangat bisa diputar-putar sesuai kepentingan, smapai sekarang).
Di lukisan ini, Diponegoro dan pengikutnya digambarkan mirip orang Arab—berkulit hitam, berkumis dan berjenggot tebal—karena Pienemaan nggak tahu wujud asli orang Indonesia seperti apa.
Lalu, berbeda dengan lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, di sini Pangeran Diponegoro berdiri di anak tangga bawah, tidak sejajar dengan De Kock. Gestur sang jenderal pun tampak jumawa, tetapi (ceritanya) penuh simpati, sementara Pangeran Diponegoro dan pengikutnya tampak pasrah dan nggak berani ngelawan.
Adding to the insult, tampak juga bendera Belanda, berkibar gagah ditiup angin dari barat.
Raden Saleh sama sekali nggak percaya dengan lukisan ini, maka 20 tahun kemudian, ia membuat versinya sendiri.
Lahirlah lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.
***
Memang, memaknai Hari Pahlawan itu susah, karena kita nggak pernah—dan nggak akan pernah—benar-benar merasakan, bagaimana tersiksanya hidup literally dijajah bangsa asing, dan harus berjuang sampai berdarah-darah (hati dan fisik!) untuk mempertahankan negara.
Menurut saya, aksi memaknai Hari Pahlawan nggak bisa disamaratakan untuk semua orang. Sebagai contoh, jujur aja, saya kurang terinspirasi kalau harus memaknai Hari Pahlawan dengan ikut upacara.
Makanya, menurut saya, memaknai Hari Pahlawan harus dengan cara masing-masing, sesuai minat dan passion sendiri (wah, kayak milih jurusan kuliah aja!). Misalnya, kalau saya, dengan menghargai pahlawan lewat karya seni seperti ini.
Selamat Hari Pahlawan!
(sumber gambar: Laila Achmad, poskotanews.com, nationageographic.co.id)
gimana? udh wisuda?
Ciri-Ciri Proposal Skripsi yang Baik dan Berkualitas (dan Nggak Bakal Bikin Kamu Dibantai Dosen Penguji)ka mau tanya kalo dari smk keehatan apa bisa ngambil kedokteran hewan?
Mengenal Lebih Dekat Dengan Program Studi Kedokteran HewanKak, ada ga univ yang punya jurusan khusus baking and pastry aja?
5 Program Studi yang Cocok Buat Kamu yang Suka Makanansemangat terusss https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagussemoga selalu bermanfaat kontennya https://sosiologi.fish.unesa.ac.id/
5 Jurusan yang Diremehkan, Tetapi, Memiliki Prospek Kerja yang Bagus